SUMBER daya manusia dalam sebuah organisasi dapat diandaikan sekumpulan tombak. SDM yang kompeten (tombak yang runcing ini) arahnya sering ke mana-mana. Tugas budaya perusahaan adalah mengikat mereka dalam satu arah, sehingga mempunyai 'daya dobrak' yang tinggi dalam persaingan.
PADA saat ini semakin banyak perusahaan yang menyadari betapa pentingnya peran budaya perusahaan bagi perusahaan. Dahulu budaya perusahaan hanya dipandang sebagai salah satu alasan kenapa perusahaan mencapai sukses. Tetapi pandangan tentang budaya perusahaan sekarang menjadi salah satu tema sentral dalam pengembangan perusahaan.
Budaya perusahaan bukan hanya dipandang sebagai warisan masa lalu belaka, tetapi juga harus direkayasa den ditempatkan sebagai strategic tools untuk mencapai tujuan perusahaan dan sebagai andalan daya saing. Hampir semua aspek pengembangan perusahaan selalu terkait dengan budaya perusahaan.
Ketika krisis melanda negara kita, bank perusahaan di jual, diambil alih dan dimerger. Masalah perbedaan budaya perusahaan dan bagaimana mengatasi perbedaan itu menjadi masalah yang menonjol. Ketika Standard Chartered Bank mengambil alih Bank Bali, isu terpenting adalah ketidakharmonisan hubungan SDM kedua bank tersebut, yang salah satu sumbernya adalah perbedaan budaya perusahaan yang tidak dijembatani dengan tuntas. Berbagai merger antar bank juga menyisakan api dalam sekam berupa rendahnya trust secara horisontal maupun vertikal dalam jajaran SDM, akibat belum tuntasnya konsolidasi budaya perusahaan. Dalam proses akusisi dan merger, masalah budaya perusahaan memegang peran kunci bagi keberhasilannya.
Beberapa program Kerja Sama Operasi juga banyak yang terhambat karena masalah budaya perusahaan. Padahal perkembangan bisnis ke depan memang diwarnai oleh network organization, yang didorong oleh keinginan menggabungkan kompetensi masing-masing untuk mendapatkan nilai terbaik bagi pelanggan. Dan batu sandungan terbesar adalah perbedaan norma yang bersumber dari perbedaan budaya perusahaan masing-masing organisasi.
Krisis juga menyadarkan perusahaan untuk berbenah diri dan melakukan perubahan yang signifikan. Padahal dalam pengembangan organisasi, tak akan ada keberhasilan tanpa dukungan budaya perusahaan yang sesuai. Misalnya kualitas produk dan kualitas jasa (service quality) dapat diciptakan dengan dukungan quality-centered culture, sebuah budaya yang menempatkan penyajian jasa dan produk yang customer driven sebagai proses pendukung untuk continuous improvement. Inilah yang mendorong Kadin Jaya bersama The Jakarta Consulting Group beberapa waktu yang lalu menyelenggarakan Program Penghargaan Nusa Adi Kualita dengan tujuan menciptakan quality-oriented culture di Indonesia.
Sebenarnya setiap perusahaan selalu memiliki budaya perusahaan. Persoalannya apakah budaya perusahaan ini diformulasikan atau tidak. Berbeda dengan aspek manajemen lainnya, budaya perusahaan sulit untuk dirumuskan walaupun sangat dirasakan keberadaannya. Padahal setiap perubahan apapun dalam organisasi harus disertai pula perubahan budaya perusahaan. Jika tidak dilakukan, akan terjebak pada perubahan artificial yang hanya menyentuh kulitnya, tetapi tidak merasuk ke dalam. Sehingga dalam waktu tidak lama akan kembali ke bentuk semula.
Dalam melakukan corporate culture engineering bukan saja dituntut keahlian dalam bidang pengembangan organisasi, tetapi juga pemahaman yang baik dalam bidang antropologi. Program ini akan bersentuhan dengan elemen-elemen sebuah budaya perusahaan seperti nilai-nilai, heroisme, ritual dan jaringan kultural. Proses sosialisasi dan internalisasi tidak dapat hanya dilakukan melalui pelatihan biasa. Harus dilakukan pengkajian secara mendalam, memilih bauran sarana sosialisasi yang paling tepat, dan mengemasnya dalam sebuah program terpadu, yang dapat dievaluasi dan dikontrol efektivitasnya.
AB. Susanto
Managing Partner
The Jakarta Consulting Group
Wagiono Ismangil
Senior Consultant
The Jakarta Consulting Group
Kompas, Minggu
30/09/2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar