Selasa, Juni 16, 2009

Tanda Kehidupan di Luar Bumi

MISTERI mahluk dari luar bumi selalu memicu keingintahuan orang. Minat besar atas peradaban tinggi dari angkasa luas itu telah mendorong sejumlah penelitian di berbagai bidang selama puluhan tahun, menyulut kegiatan para pengamat profesional maupun sekadar penggemar fenomena UFO, dan menyibukkan badan-badan resmi berbagai negara. Selain itu muncullah ribuan kisah di dalam tulisan di media massa, buku, maupun film, sebutlah seperti Close Encounter of The Third Kind atau E.T.

Tidak mengherankan kalau temuan terbaru tentang kemungkinan adanya sebuah bentuk kehidupan di angkasa, meski baru sekelumit, juga mendapat perhatian luas. Itulah yang terjadi ketika sebuah tim periset antarbangsa mengatakan bahwa mereka telah menemukan apa yang mungkin menjadi bukti pertama dari kehidupan di luar planet bumi. Bukti itu, seperti mereka ungkap Selasa (31/7) lalu, berupa gumpalan-gumpalan bakteri yang terdapat di kawasan lebih tinggi daripada atmosfir bumi.

Meskipun mahluk-mahluk ekstra mungil dari luar angkasa itu mirip dengan bakteri dari bumi, para ilmuwan mengatakan bahwa sel-sel hidup tersebut berada terlalu jauh dari bumi. Maksudnya, hampir tidak mungkin mereka berasal dari planet manusia ini.

"Tak ada keraguan lagi bahwa keberadaan gumpalan sel-sel hidup dari contoh-contoh udara dari ketinggian 41 km di atas tropopase, (di tempat yang) tak memungkinkan udara dari lapisan di bawahnya bisa sampai ke sana secara normal," tutur Prof Chandra Wickramasinghe, seorang ahli astronomi dari Cardiff University di Wales, Inggris.

Ia menampilkan temuan tersebut di dalam pertemuan International Society of the Optical Engineering di San Diego, California, Amerika Serikat.

Wickramasinghe dan para peneliti dari India mengumpulkan gumpalan-gumpalan bakteri itu dari contoh-contoh udara stratosfer. Mereka menggunakan peralatan pengambil bahan bersuhu sangat rendah yang terpasang di balon-balon milik Space Research Organisation India. Balon-balon itu diterbangkan dari Hyderabad, India Selatan.

Para peneliti mendeteksi sel-sel hidup di dalam sampel itu. Dari ragam distribusinya di ketinggian mereka menyimpulkan bahwa memang bakter-bakteri ini berasal dari luar angkasa. Mereka memperkirakan setiap hari ada sekitar sepertiga ton material biologi menghujani seluruh planet.

Betulkah bakteri-bakteri itu berasal dari kedalaman angkasa nun jauh di sana?

Sekali lagi, kemungkinan bahwa mahluk-mahluk sangat mungil itu berasal dari bumi manusia sendiri ditepis. Prof David Lloyd misalnya mengungkap betapa tipis kemungkinan itu. Pengajar di Cardiff University yang menguji temuan ini serta menjadi anggota peneliti di dalam tim bersangkutan mengakui, bakteri-bakteri itu memang mirip dengan yang ada di bumi. Kalau memang demikian, sulit ia menjelaskan mengapa gumpalan bakteri bumi bisa berada di tempat setinggi itu.

Tuturnya di dalam wawancara dengan kantor berita Reuters, "Harus ada kejadian istimewa sehingga partikel-partikel itu bisa terbawa dari bumi ke tempat setinggi 40 km."

Maka tetap ada dua kemungkinan: bergumpal-gumpal bakteri itu membonceng roket atau satelit ke ruang angkasa, atau sesungguhnya berasal dari planet lain.

"Tidak cukup bukti untuk membenarkan salah satu dari kedua kemungkinan itu," kata Lloyd. "Bagi saya tampaknya yang paling mungkin adalah bahwa bakteri-bakteri itu datang dari planet lain."

Menurut Lloyd, ia telah berusaha untuk membiakkan bakteri-bakteri itu, namun sejauh ini belum berhasil.

"Itulah langkah pertama bagi munculnya bukti bahwa memang ada sebentuk kehidupan di planet lain," jelasnya.

Ahli astronomi Chandra Wickramasinghe yakin bahwa makhluk-makhluk sangat mungil itu menyediakan bantuan kuat teori yang bolehlah disebut "panspermia". Teori ini memberi sugesti bahwa kehidupan dari luar angkasa mungkin di dalam bentuk kuman atau spora.

"Kita berdebat selama lebih daripada dua dekade bahwa kehidupan di bumi berasal dari komet-komet. Material dari komet-komet yang mengandung mahluk-mahluk sangat mungil ini mestinya masih terus menghujani kita di dalam jumlah sangat besar," kata Wickramasinghe.

Anda setuju? (Reuters/efix)

Kompas, Minggu
05/08/01

Tidak ada komentar:

Posting Komentar