Minggu, Agustus 02, 2009

Jangan Asal Memvonis Asam Urat

Nyeri sendi belum tentu karena gangguan asam urat. Waspadalah, karena bisa jadi itu merupakan penyakit yang mematikan.

JANGAN dulu gegabah menduga nyeri sendi yang Anda alami akibat gangguan asam urat. Dari 100 jenis rematik yang memiliki gejala-gejala yang mirip, hanya 7% yang disebabkan oleh artritis gout (nama penyakit rematik yang disebabkan oleh asam urat). Inilah yang menyebabkan kita sulit membedakan jenis rematik yang satu dengan yang lain. "Bahkan dokter umum dan spesialis pun kurang tepat dalam mendiagnosanya," ungkap Guru Besar Divisi Reumatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI, Prof. DR. Dr. Harry Isbagio, SpPD-KR, K-GER dalam media edukasi yang digelar oleh Wyeth di Jakarta belum lama ini.

Namun begitu, sebaliknya, jangan pula mengabaikannya. Sebab, bisa jadi itu adalah gejala Rheumatoid Arthritis (RA), sejenis penyakit rematik yang bisa menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Jadi, tandas Harry, agar tidak salah dalam menentukan penyakit yang tepat, sebelum terlambat, sebaiknya Anda berkonsultasi ke dokter agar segera dilakukan penanganan yang tepat.

RA merupakan salah satu penyakit rematik yang sebenarnya prevalensinya di Indonesia tidak terlalu tinggi, akan tetapi penyakit ini sangat progresif. Akibatnya, apabila tidak diobati dengan benar, maka dalam waktu singkat (yaitu sekitar 2 tahun) akan terjadi cacat sendi permanen.

Tentang RA

Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi sistem imun yang menyerang jaringan tubuh sendiri karena terjadinya gangguan pada fungsi normal dari sistem imun tersebut.

RA menyerang banyak orang di seluruh dunia dan dapat menyerang semua jenis etnik dan semua golongan umur. Di seluruh dunia, RA menyerang sekitar 0,3% - 2,0% orang, dengan jumlah tertinggi di Pima, India (5,3%), dan suku Indian (6,8%). Sebaliknya, penyakit ini tergolong paling rendah di Cina dan Jepang.

Sementara itu, jumlah penderita RA di Amerika Serikat mencapai 2 juta orang, dan setiap tahun kasusnya bertambah sebanyak 70 kasus tiap 100.000 orang. Jumlah orang yang terkena penyakit ini cenderung menurun di Eropa, Amerika Utara dan Jepang selama 50 tahun belakangan ini. Data tahun 2004, diperkirakan terdapat 2 juta orang menderita RA di Indonesia dan sekitar 200.000 orang di Malaysia.

Yang paling banyak menjadi 'sasaran' penyakit ini adalah orang yang berusia 40-60 tahun. Kaum perempuan lebih rentan terserang penyakit ini ketimbang laki-laki. Faktor keturunan memengaruhi terpicunya RA. Risiko terserang penyakit ini 3,5 kali lipat lebih tinggi pada anak kembar satu telur dibanding kembar dua telur.











Gejala

Gejala RA biasanya terjadi secara bertahap, yaitu dimulai dengan nyeri dan kekakuan pada satu sendi atau lebih. Umumnya pasien menyadari hal ini pertama kalinya pada jari-jari tangannya. Pada taraf awal, biasanya jarang terjadi pembengkakan sendi. Hal ini baru terlihat beberapa bulan setelah timbul rasa nyeri dan kaku.

Sendi yang paling sering diserang RA adalah sendi pergelangan tangan dan pangkal sendi buku jari tangan. Meskipun demikian, sendi-sendi lain di tubuh juga bisa terkena, yaitu sendi leher, bahu, siku, pinggul, lutut, pergelangan kaki, dan sendi-sendi kecil di buku-buku jari kaki.

Gejala penyakit ini bisa berbeda-beda dari satu orang ke orang yang lain. Ada yang hanya merasakan kekakuan sendi pada pagi hari, yang makin lama makin parah tanpa disertai rasa nyeri atau sakit, ada yang mengalami bengkak di sendi yang makin lama makin parah, tetapi tanpa rasa nyeri. Dan orang lain lagi, menderita kaku dan nyeri pada sendi yang hilang timbul.

Pada pasien yang lebih tua, kadang-kadang gejala RA hanya bermula dengan sakit dan kekakuan otot, terutama di bahu dan pinggul. Nyeri yang tidak khas ini bisa berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum terjadi pembengkakan di sendi.

Gejala yang diderita seseorang bisa hilang timbul, tergantung dari derajat peradangan yang terjadi. Yang harus diwaspadai adalah terjadinya peradangan pada sendi. Ini adalah ciri khas RA yang dapat mengakibatkan hilangnya bentuk dan fungsi sendi, timbulnya nyeri, kaku dan bengkak. Semua kondisi ini pada akhirnya dapat mengarah pada terjadinya kerusakan dan kehilangan fungsi sendi yang bersifat permanen.

Selain itu, RA dan penyakit penyertanya (komorbiditas) bahkan dapat menyebabkan kematian dini. Ini lantaran pada kasus RA dengan tingkat keparahan yang berat dapat menyerang organ-organ penting, seperti mata, paru-paru, atau pembuluh darah.

Penyebab

Penyebab pasti RA hingga kini belum diketahui, tetapi banyak faktor yang dianggap sebagai biang keladi penyebabnya. Berbagai hal yang diduga menyebabkan timbulnya penyakit RA antara lain adalah faktor genetik, faktor pencetus seperti lingkungan, infeksi, hormon dan sebab-sebab lainnya.

"Faktor keturunan saja tidak pasti menyebabkan seseorang menderita RA", kilah Harry. "Misalnya, jika seseorang menderita RA, maka risiko bahwa saudaranya juga terserang RA hanya sekitar 2-3%."

Para peneliti Amerika Serikat dan Eropa telah meneliti lebih dari 1000 keluarga, yang mempunyai dua anak atau lebih yang menderita RA. Dari penelitian itu ditemukan bahwa gen yang diduga menjadi penyebab RA adalah gen HLA-DR4. Meskipun demikian, para ahli percaya bahwa masih ada gen-gen lain yang memengaruhi berkembangnya penyakit ini, seperti misalnya gen PTPN22 dan 2 gen tambahan lainnya.

Infeksi virus dan bakteri diduga merupakan faktor yang mencetuskan penyakit ini, tetapi sampai sekarang belum diketahui secara pasti jenis virus atau bakteri mana yang menjadi penyebabnya. Kendati begitu, diduga beberapa mikroorganisme penyebab infeksi yang dianggap menjadi faktor RA adalah Mycoplasma, Erysipelothhrix, virus Epstein-Barr, parvo virus B 19 dan virus rubella. Hal penting yang perlu kita pahami adalah bahwa meskipun infeksi bisa mencetuskan RA, namun infeksi tersebut tidaklah menular seperti penyakit infeksi biasa.

Dari hasil penelitian yang ada belakangan ini, makin jelas bahwa faktor-faktor genetik juga berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan lain, misalnya merokok. Juga adanya faktor hormonal.

Mari peduli!

Harry mengimbau kepada masyarakat, keluarga serta penderita RA untuk meningkatkan kepedulian terhadap penyakit RA agar dapat mencegah terjadinya kecacatan dan penurunan kualitas hidup akibat penyakit ini. Sebab, RA yang berlangsung dalam waktu cukup lama tanpa pengobatan yang memadai dapat menyebabkan kelainan bentuk pada persendian dan menimbulkan peradangan kronis pada persendian yang menyebabkan kecacatan dan hilangnya mobilitas serta fungsi persendian.

Diagnosis RA ditegakkan dari gejala penyakit dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium dan radiologis. Umumnya pasien mengeluh nyeri dan kaku sendi pada pagi hari yang berlangsung selama 60 menit. Nyeri dan kekakuan sendi ini berlangsung hampir setiap hari dan seringkali pula disertai kemerahan pada sendi yang nyeri tersebut. Sendi yang terkena pun cukup khas, karena seringkali menyerang sendi-sendi kecil seperti sendi pada tangan dan pergelangan tangan dan umumnya terjadi secara simetris, yaitu menyerang bagian kanan dan kiri tubuh.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya kelainan pada parameter-parameter yang menunjukkan peradangan seperti terjadinya peningkatan laju endap darah dan peninggian kadar creative protein (CRP). Pada tahap dini, pemeriksaan radiologis belum menunjukkan kelainan yang berarti.

Terdapat berbagai macam pengobatan RA yang bertujuan untuk mengurangi peradangan dan nyeri sendi, memaksimalkan fungsi sendi, dan mencegah pemburukan kerusakan dan kelainan bentuk sendi. Tindakan medis yang tepat dapat menghasilkan perbaikan pada RA. "Tata laksana pengobatan RA secara dini dapat memperbaiki fungsi, menghentikan kerusakan pada sendi dan mencegah ketidakmampuan untuk bekerja", kata Harry. Salah satu terobosan pengobatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan biologic agent seperti Etanercept.

Etanercept merupakan obat biologis yang menangkap atau menghambat suatu protein dalam tubuh yang dinamakan tumor necrosis factor alpha atau TNF alpha. Jika dibiarkan TNF alpha menyebabkan peradangan pada persendian. Etanercept secara efektif mengikat (menangkap) TNF alpha dan dengan demikian menghambat terjadinya peradangan. Dengan pemakaian etanercept yang tepat, gejala RA dapat secara signifikan dan seringkali secara cepat membaik.

Mengingat penyakit RA merupakan penyakit autoimun yang berlangsung lama, seyogyanya pengobatan dengan obat biologis harus dilakukan dalam waktu yang cukup lama pula. Jadi sangat tidak tepat jika obat biologis digunakan secara singkat. "Kunci keberhasilan pengobatan RA ialah diagnosa dini dan pengobatan awal yang progresif, yaitu sesegera mungkin menggunakan obat pengubah perjalanan penyakit (DMARD = Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs) bila diagnosa telah diitegakkan", tegas Harry.

RA merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol sampai tercapainya tingkat remisi (sembuh sementara), di mana gejala penyakit terutama terjadinya kerusakan sendi dapat dihentikan.

Perawatan yang optimal untuk penyakit RA melibatkan kombinasi dari obat-obatan, istirahat, latihan-latihan yang menguatkan sendi, perlindungan sendi serta pendidikan bagi pasien dan keluarga. Perawatan disesuaikan menurut banyaknya faktor-faktor seperti keaktifan penyakit, tipe-tipe sendi yang terlibat, kesehatan umum, dan umur pasien. Perawatan yang terbaik harus melibatkan kerjasama yang erat antara dokter, pasien, dan anggota-anggota keluarga. Dengan demikian, pengobatan secara tepat dapat mencegah kecacatan dan penurunan kualitas hidup pada penderita RA.

Healtylife
Edisi 07/VIII - Juli 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar