Rabu, September 09, 2009

Pencari Jejak Manusia Purba

HIDUP adalah pilihan suara hati. Itu ungkapan Dr Tony Djubiantono, peneliti spesial dalam bidang Geo Archeologist. Terjun sebagai peneliti adalah satu tekad pilihan, di antara banyak pilihan yang lebih menjanjikan dari sisi materi.

Sebagai pemegang ijazah Sarjana Muda bidang Geologi dan Pertambangan tahun 1977, kala itu Tony masih bisa menikmati pilihan kerja yang menjanjikan, entah kerja di perminyakan atau di pertambangan. "Tetapi itu semua pilihan teman-teman saya. Hanya saya sendiri yang kemudian terjun di bidang arkeologi," kata Tony yang kini dipercaya menjadi Kepala Balai Arkeologi (Balar) Bandung.

Sesuai dengan ilmunya, Tony lebih banyak mengurai tentang lapisan-lapisan tanah kuarter (lapisan tua seputar masa plestosen) dalam kaitannya dengan temuan benda arkeologi. Atau jelasnya dia mempelajari kehidupan purba pada masa-masa kuarter, alamnya, termasuk pula budayanya.

Ya, dia memang dikenal sebagai pemburu jejak-jejak manusia purba. Dia pencari "alamat" yang tangguh di lapisan mana manusia purba dan juga fauna yang umumnya merupakan binatang vertebrata itu mengembangkan kehidupannya.

Situs-situs purba di seluruh Nusantara ini dia datangi, mulai dari kota-kota di Pulau Jawa sampai Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, dan lainnya. "Kadang istri saya sampai marah-marah, karena saya tidak pernah di rumah. Tetapi dia juga maklum, bahwa dia istri seorang pengelana," kata lelaki yang enak diajak bicara dan terbuka ini.

SEBAGAI ilmuwan di bidang geo- arkeologi, ia memiliki asumsi, Jawa Barat adalah hunian pertama manusia (pithecantrophus) di Pulau Jawa. "Ada alasan geologis yang amat kuat untuk mendukung asumsi itu." kata Tony.

Di daerah Rancah, Kabupaten Ciamis, dan juga daerah Baribis, Kabupaten Majalengka, ada serakan tulang-tulang, yang oleh masyarakat setempat dianggap sebagai sisa-sisa tulang dari moyang (karuhun) mereka. "Padahal tulang belulang tersebut adalah fosil vertebrata yang pernah hidup di daerah ini. Kehadiran mereka dapat dihubungkan dengan migrasi dari Benua Asia yang terjadi pada zaman es, di sekitar kurun waktu dua juta tahun yang lalu," tandasnya.

Menurut Tony, berdasarkan data geologi, Pulau Jawa terbentuk oleh adanya pengangkatan secara progresif dari barat ke timur. Dengan demikian bagian barat Pulau Jawa telah muncul dari permukaan laut lebih dulu dibanding bagian tengah dan timur.

"Atas dasar itu, maka ada kemungkinan bahwa kolonisasi pertama fauna vertebrata bahkan manusia purba di bagian barat terjadi lebih dulu dari bagian tengah dan timur Pulau Jawa. Oleh karena itu, Baribis yang merupakan salah satu situs terkaya fosil vertebrata di Jabar menjadi sangat penting dalam penelitian geologi yang berumur kuarter, khususnya untuk mencari jejak manusia purba maupun fauna vertebrata," kata Tony.

Apabila dibandingkan dengan situs Rancah di Kabupaten Ciamis, serta beberapa situs paleontologi di Jawa Tengah, situs Baribis ini berada di jalur zona Bogor, yang setara dengan jalur pegunungan Serayu Utara dan Kendeng di bagian tengah dan timur Pulau Jawa.

Ditinjau dari segi paleontologi, kata Tony, temuan vertebrata dari situs Baribis dan Rancah termasuk ke dalam fauna yang telah disusun oleh Koenigswald (1935), yaitu fauna Cijulang yang berumur antara pliosen akhir hingga plestosen awal. Sedangkan fauna Cisande yang berada di bawah fauna Cijulang, berumur lebih tua yaitu pliosen tengah.

"Pada kala pliosen keadaan geologi di bagian tengah dan timur Pulau Jawa masih tertutup lautan. Dengan demikian, agak sukar untuk diterima apabila ada pendapat yang menyatakan, bahwa fosil vertebrata yang berumur pliosen akhir, terdapat di bagian tengah maupun timur Pulau Jawa. Oleh karena itu, kolonisasi pertama ke Pulau Jawa, baik oleh manusia maupun vertebrata dapat terjadi pada kala pliosen di bagian barat Pulau Jawa. Dan untuk itu, wilayah Baribis dan Rancah adalah salah satu alternatif dari kemungkinan pendaratan pertama manusia pithecanthropus," kata bapak dua anak Arie (21) dan Bugie (18) ini.

BERDASAR analisis Tony itu, maka diduga manusia Pulau Jawa pertama bukan di Trinil atau di Sangiran Jawa Tengah, tetapi di Jawa Barat.

"Hanya sayang sampai kini kami belum bisa menemukan fosil manusianya. Kalau tanda-tanda kehidupan purba jelas ada di Jabar. Di samping sebaran fosil vertebrata, pendukung bahwa kala pliosen akhir sampai plestosen awal di Jabar sudah ada kehidupan banyak ditemukan," kata Tony.

Di tengah pencarian untuk mendukung hipotesanya itu, mendadak Tony tersentak kegirangan. Seperti ingin bertepuk tangan ketika suami Kristin (44) ini menceritakan temuan yang dianggapnya sangat spektakuler. Dalam penelitiannya di situs Rancah, Ciamis, tahun 2000, dia menemukan sebuah gigi seri manusia.

"Gigi seri manusia itu terletak pada lapisan tanah lempung pasiran berwarna biru keabu-abuan," kata Tony. Berdasar data geologi, tanah demikian berada dalam kurun waktu antara pliosen akhir sampai plestosen awal. "Dan itu artinya adalah kurun waktu di mana Jawa bagian barat sudah terangkat ke permukaan, dan Jawa bagian tengah dan timur masih tertutup lautan. Kita tunggu saja, gigi seri berikut lapisan tanah tempat temuan, segera kita kirim ke Amerika untuk mengetahui umurnya," kata Tony.

Dari hasil temuan Rancah itu, dengan tekad bulat, Tony akan memfokuskan penelitian di tempat itu. Bahkan situs Rancah akan menjadi mercu suar bagi kegiatan penelitian Balai Arkeologi Bandung. "Kami telah menemukan gigi seri di sana. Kami akan mencari fosil manusia di sana, kalau memang ada pasti ketemu," katanya.

Persoalan di Jawa Barat, menurut Tony, memang ada faktor alam yang sangat mempengaruhi dalam hal pencarian fosil-fosil manusia maupun vertebrata. Keadaan Jabar, terutama vegetasinya sangat rapat, di mana di bagian barat pulau Jawa ini termasuk dalam zona hutan hujan.

Hal inilah yang menyebabkan fosil manusia ataupun fauna yang terpendam dalam sedimen akhirnya tidak dapat tersingkap secara baik ke permukaan. Demikian juga sungai-sungai yang ada di daerah Jabar, umumnya kecil-kecil, pengikisannya masih mengarah secara vertikal, kecuali yang mendekati muara. Oleh karena itu, fosil vertebrata sangat jarang dijumpai oleh penduduk terutama para petani yang secara tidak langsung menjadi ujung tombak bagi para ahli paleontologi.

"Karena itu harus dilakukan penggalian secara saksama, karena lapisan-lapisan tanahnya yang masih relatif tebal," kata Tony.

Tony memang sedang mencari perjalanan sejarah umat manusia. Ia korbankan tenaga bahkan bersedia hidup pas-pasan bersama keluarganya. Inilah bedanya ilmuwan dan hartawan. Kalau hartawan akan tertawa puas jika bisa melipatgandakan hartanya, namun bagi ilmuwan, seperti Tony Djubiantono, mendapatkan sebuah gigi seri saja seperti menerima tongkat komando untuk mengemban tugas, mencari jejak manusia purba.

"Inilah harta saya," kata Tony sembari menunjukkan gigi seri dan tanah tempat temuan gigi itu. Pelan sekali dia membuka dua barang itu dari bungkus kain putih itu. Seperti membuka sebuah ornamen perhiasan-sangat hati-hati-takut kalau ornamen itu rontok atau putus. (Th Pudjo Widijanto)

Kompas
Sabtu, 21.07/01

Tidak ada komentar:

Posting Komentar