Sabtu, Mei 09, 2009

JATI BUAT CUCU ?

TAK LAGI CUCU YANG MEMANEN POHON JATI













Kekurangan kayu sebagai bahan baku industri dari tahun ke tahun kian bertambah terjadi di negeri ini. Headline semacam itu bahkan sering muncul di sejumlah surat kabar nasional maupun lokal. Diberitakan bahwa produksi kayu jati Perum Perhutani hanya mampu memasok sebagian kecil kebutuhan kayu nasional, sebagian dari kekurangan tersebut dipasok oleh kayu rakyat.











Produksi kayu jati Perhutani untuk memasok kebutuhan industri kayu kian menurun setiap tahunnya. Tahun 2001 Perhutani masih memasok sekitar 648.613 m3 kayu jati. Tahun berikutnya meningkat menjadi 662.850 m3 kayu jati. Namun, tiga tahun kemudian, pada tahun 2005 pasokan kayu jati merosot menjadi 354.376 m3.

Menurunnya produksi kayu jati Perum Perhutani dari tahun ke tahun dan melonjaknya permintaan kayu jati sebagai bahan baku industri memicu ide untuk melakukan investasi pada sektor kehutanan untuk berpartisipasi dalam mencukupi pasokan kayu jati di masa depan, mengingat kayu ini sangat dibutuhkan industri meubel yang saat ini tumbuh cukup signifikan terutama pelaku industri yang berada di Pulau Jawa. Investasi dengan menanam JUN lebih beralasan (reasonable) dan lebih menarik dibanding investasi dengan menggunakan tanaman jati konvensional di mana umur panen 40 tahun bahkan 60 tahun, karena JUN umur 5 tahun dapat menghasilkan nilai yang cukup tinggi. Itu sebabnya Ir. Djati Santoso, Direktur PT. Setyamitra Bhaktipersada mengatakan bahwa dengan waktu panen yang lama (40 atau 60 tahun) itu sebenarnya investasi yang sangat tidak menarik. "Nonsense akan ada investasi tanpa keuntungan financial yang menarik dalam waktu pendek", ungkapnya. "Mindset yang umumnya adalah tebang dulu baru tanam perlu dirubah dengan tanam dulu baru tebang" tambah Direktur Utama Ir. Pius Hananto. Namun perubahan itu hanya bisa dimulai dengan ketersediaan bibit jati yang benar-benar unggul (lihat WoodMag edisi 17/2008). Tanpa bibit yang benar-benar unggul, maka sulit untuk memulainya. Memang, saat ini, banyak yang menawarkan bibit jati yang dikatakan unggul dan umumnya diklaim berasal dari spesies kayu jati asal negeri tertentu. Namun tak satupun yang berani menjamin keaslian asal- Bibit unggul bukanlah satu-satunya faktor. Ada faktor iklim dan tanah yang menentukan pertumbuhannya.

Dengan menggunakan Jati Plus Perhutani (JPP) sebagai indukan, Setyamitra berhasil mengembangkan Jati Unggul Nusantara (JUN). Bibit JUN akan menghasilkan tanaman yang memiliki nilai ekonomis sejak umur 5 tahun, namun mewarisi sifat biologis dari indukannya. Artinya, tanaman bisa mulai ditebang pada umur 5 tahun dan menghasilkan kayu dengan kualitas yang baik.

Dalam kebun percobaan, pada usia 3,5 tahun tanaman JUN telah berdiameter 21 sentimeter (Gambar 1).

Perubahan pola pikir (mindset)
"Kalau dulu tebang baru tanam, sekarang harus mulai dengan tanam, rawat barulah tebang," ungkap Hananto. Pengelolaannya pun harus berubah. Tak lagi menggunakan manajemen hutan, tapi manajemen pohon (tree management). "Mirip manajemen perkebunan karena itu bibit unggul semacam JUN juga memerlukan pemupukan yang intensif" lanjutnya.













Lantas bagaimana dengan proyeksi keuntungannya? Dalam perhitungan Setyamitra, IRR jati JUN mencapai 40%. Sebuah angka yang patut dipertimbangkan, karena di atas IRR rata-rata perkebunan kelapa sawit yang hanya mencapai 25%. Hananto menyodorkan kalkulasi rencana biaya penanaman dan keuntungan yang diperoleh selama 5 tahun. Kalkulasi ini didasarkan pada tanah seluas 1 hektar dengan 1.000 pohon JUN. Panen dilakukan pada tahun keenam, sehingga akan diperoleh keuntungan kotor sebesar IDR 177 juta per ha.

Itu sudah dengan penyisihan 20% dari keuntungan bagi masyarakat sekitar hutan. "Harga kayu jati diasumsikan sama dengan harga pada saat ini," jelasnya. Bayangkan windfall yang diperoleh karena harga kayu jati masih bergerak naik setiap tahunnya. Sebuah tawaran yang cukup menggoda, dan perlu dipertimbangkan secara serius. Apalagi bila ada kebutuhan untuk mengamankan pasokan kayu jati sebagai material utama industri furnitur yang anda miliki.

Woodmag, No. 18, Sep 2008
Magazine for Ekamant's Premier Customer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar